Sabtu, 29 Mei 2010

Bertepuk Di Sebelah Cerpen

14 naskah cerpen terkumpul dalam Lomba Menulis Cerpen bertema “Bertepuk Sebelah Tangan” yang diselenggarakan oleh Teater Angin Hongkong. Lomba tersebut terbuka bagi seluruh Buruh Migran Indonesia (BMI) di seluruh dunia, kecuali di Indonesia. Cerpen-cerpen tersebut adalah “Bukan Sebuah Epilog”, “Hati Yang Tergadaikan”, “Dhimas Bagus Satrio Mudo”, “Antara Dua Pilihan”, “Wanita Sumo”, “Cinta Raihana”, “Impian Seorang Dewi”, “Karma”, “(Tak Berjudul)”, “Bertepuk Sebelah Tangan”, “Hari Kemenangan Di Negeri Beton”, “Ibuku Seorang BMI”, “Aku Mencintai Anakmu”, dan “Awal Cerita Yang Kusimpan”.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mendikte kesan pembacaan Sidang Pembaca media ini (karena cerpen sebagai sebuah karya sastra mempunyai relativitas subyektif bagi siapa pun pembacanya), melainkan sekadar memberi sekilas kesan. Oleh karenanya tulisan ini diistilahkan dengan “secoret catatan catat”, yang boleh diartikan “tulisan tidak sempurna”.

Tema
Tema sentral “bertepuk sebelah tangan” dipahami dan diterjemahkan secara variatif oleh para peserta melalui cerpen. Misalnya persoalan cinta antara sepasang manusia, cinta antara sesama manusia, cinta anak pada ibunya, cinta seorang baby sitter pada anak majikannya, cinta kepada Tuhan melalui perayaan hari raya, persahabatan, pekerjaan, dan lain-lain.

Sayangnya, sebagian besar (57,14 %) tentang “cinta seseorang terhadap lawan jenisnya”, yang barangkali saja terlalu memasyarakatnya istilah “cinta bertepuk sebelah tangan” alias “cinta tak terbalas”. Sedangkan sisanya (terbagi dalam prosentase yang kecil) secara merata mengembangkan tema sebagai “keinginan yang tidak sesuai kenyataan”.

Isi atau Makna
Ke-14 cerpen mempunyai isi atau makna bervariasi, seperti termuat dalam beberapa cerpen. Misalnya, cerpen Bukan Sebuah Epilog mengisahkan sebuah perpisahan antara si “aku” (tokoh utama) dengan si “kau” (kawan, tokoh kedua). Perpisahan “aku” dan “kau” seperti juga dengan “kawan-kawan lainnya” merupakan sebuah kisah yang justru menjadi awal cerita baru nantinya. Kalau selama ini kebersamaan menjadikan tepukan dari sepasang tangan (berbalasan), maka perpisahan disamakan dengan bertepuk sebelah tangan.

Cerpen Hati Yang Tergadaikan mengisahkan perjalanan hidup “aku” selama tujuh tahun menjadi BMI di Hongkong, di mana perlakuan para majikan dirasakan oleh “aku” sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan (terlalu semena-mena). Akan tetapi “aku” menyadari posisinya sehingga “aku” berusaha untuk berkompromi, yaitu melakukan apa yang dituntut oleh para majikan meski tidak sesuai dengan perasaan “aku”.

Cerpen Cinta Raihana mengisahkan “aku” (Ray atau Hana atau Raihana) yang tidak dipilih oleh laki-laki bernama Abi atau Abidin sebagai pendamping hidup karena Abi memilih Cut Aisyah, meski “aku” sangat mengharapkan Abi memilih “aku”. Kedekatan hubungan antara “aku” dan Abi disalahartikan oleh “aku” sebagai suatu hubungan berpotensi cinta.

Cerpen (Tak Berjudul) mengisahkan Maysaroh terlibat dalam aksi demontrasi bersama rekan-rekan BMI dalam rangka memperingati Hari Buruh se-dunia tanggal 1 Mei. Dia dan rekan-rekannya menuntut pemenuhan atas hak-hak mereka, meski dia sendiri akhirnya berpikir, “Kapankah akan menjadi nyata?”

Cerpen Hari Kemenangan Di Negeri Beton mengisahkan “aku” (Dita) merayakan Idul Fitri bersama rekan-rekan BMI di negeri orang namun memendam rasa rindu mendalam untuk bisa ber-Idul Fitri bersama kedua orangtua yang telah meninggal dunia.

Cerpen Ibuku Seorang BMI mengisahkan kerinduan “aku” (Reza) sebagai seorang anak pada ibunya yang merantau ke luar negeri demi menopang perekonomian keluarga; kebanggaan anak pada ibunya karena ibunya bukan hanya menjadi “pembantu” tapi juga menjadi “penulis kreatif dan produktif” di luar negeri, ketekunan belajar dan berkreasi si anak sebagai bukti rasa sayangnya pada ibu, dan kehati-hatian anak dalam bergaul.

Cerpen Aku Mencintai Anakmu mengisahkan tanggung jawab pekerjaan “aku” (sebagai seorang baby sitter) dan dilakukan dengan rasa keibuan yang luhur justru menjadi sebuah hubungan batiniah dengan anak majikan sehingga keduanya menjadi sulit dipisahkan.

Bahasa
Ke-14 cerpen peserta tampak berusaha melakukan penggalian (eksplorasi) bahasa untuk mencapai citra estetis. Baca saja misalnya “bening yang selalu menggetarkan jiwa” (cerpen Bukan Sebuah Epilog), “menarik pandangannya yang tersangkut di bulan” (cerpen Antara Dua Pilihan), “rasa tegang yang mulai menjalar” (cerpen Impian Seorang Dewi), “setahun melenggang dengan gemulai” (cerpen Karma), “malam merambat menjemput pagi” (cerpen Hari Kemenangan Di Negeri Beton) dan lain-lain.
Selain citra estetis, pengolahan bahasa bisa memberi suatu gambaran (showing) dalam imaji pembaca. Misalnya “Dingin yang bergentayangan bagaikan durjana yang mencari mangsa” (cerpen Karma), “Deretan rumah menyesaki tiap tanah yang tak lagi kosong” (cerpen Impian Seorang Dewi), “semua khayalanku lari terbirit-birit” (cerpen Wanita Sumo), “Pasti anaknya kutu buku. Berkaca mata tebal, berambut klimis, dan tidak berani menatap perempuan” (cerpen Ibuku Seorang BMI), dan lain-lain.
Sebaliknya, beberapa cerpen masih mengandalkan unsur “menerangkan/menjelaskan” (tell – ajektif). Contohnya “Dua wajah yang sangat menggoda. Cantik dan menawan” (cerpen Cinta Raihana). Wajah sangat menggoda, cantik, dan menawan itu seperti apakah? Tidak ada gambaran (showing) seperti apakah wajah yang sangat menggoda, cantik, dan menawan itu.

Contoh lainnya, “Aku memulai kerja dengan suasana baru yang jujur saja kadang membuat aku jengkel dan tidak betah” (cerpen Hati Yang Tergadaikan). Sayangnya, tidak ada sedikit cerita yang dapat menggambarkan (show) sebab-musabab “aku jengkel dan tidak betah”. Di situ cerita hanya menyuguhkan “penerangan/penjelasan” (telling).

Berikutnya, bahasa dalam dialog. Penggunaan bahasa asing atau daerah merupakan unsur penguat citarasa sebuah karya sastra. Hal tersebut dapat menunjukkan latar belakang tokoh, dan komunikasi antartokoh dalam konteks geografi dan sosial. Sebaiknya disertai pula dengan terjemahannya agar pembaca dapat pula memahami arti sebenarnya. Cerpen Wanita Sumo sudah bisa menempatkan terjemahan di halaman terakhir.

Yang masih banyak harus diperbaiki pada ke-14 cerpen adalah penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (E.Y.D.), misalnya kalimat langsung, kata depan, kata-kata berbahasa asing, huruf kapital, dan lain-lain. Bahkan ada istilah asing yang dipaksakan tampil, semisal “agar aku bisa bekerja sampai finish” (cerpen Hati Yang Tergadaikan).

Dan dari bahasa dalam ke-14 cerpen, tampaknnya proses pengolahan cerpen dilakukan secara tergesa-gesa, termasuk tergesa-gesa diikutkan lomba. Hal ini menjadi kelemahan yang signifikan, meski bisa diperbaiki atau dikurangi. Maka sebaiknya para cerpenis juga memiliki buku pedoman E.Y.D. Para cerpenis yang berpengalaman biasanya tidak mengalami masalah pada E.Y.D, semisal Seno Gumira Ajidarma.

Sudut Pandang
11 cerpen menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal (“aku”). 2 cerpen lainnya menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal (dia) sebagai tokoh utama yang bernama Arif ( cerpen Antara Dua Pilihan) dan Maysaroh (cerpen (Tidak Berjudul)).
Hanya 1 cerpen yang memakai sudut pandang tidak konsisten dan harus diperbaiki total, yakni cerpen Dhimas Bagus Satrio Mudo. Cerpen ini semula memakai sudut pandang orang ketiga tunggal bernama Dian dalam 1/3 cerita apalagi pada awal cerpen. 2/3 berikutnya memakai sudut pandang orang pertama tunggal (“aku”).

Tokoh atau Penokohan
Keterlibatan langsung tokoh utama pada pembukaan cerpen sudah terlihat di ke-14 cerpen. Ini menandakan bahwa penempatan tokoh utama sebagai tokoh sentral (protagonis) sudah dimengerti oleh para peserta. Paling tidak, sesuai dengan teori pemetaan tubuh cerpen menurut Jakob Sumardjo (1997).

Mengenai karakter tokoh (penokohan), tokoh utama sebagian besar (11 cerpen) adalah BMI, termasuk cerpen Antara Dua Pilihan yang ditokohi oleh Arif (bukan BMI wanita). 3 cerpen lainnya bukan seorang BMI, yaitu Reza – anak seorang BMI (cerpen Ibuku seorang BMI), seorang kawan (cerpen Bukan Sebuah Epilog), dan seorang gadis yang gagal meraih cinta (cerpen Cinta Raihana).

Dari ke-14 cerpen, cerpen Wanita Sumo menampilkan tokoh utama dengan karakter (penokohan) yang unik-manusiawi. Karakter orang kampung yang belum lama tinggal di kota besar, keinginan bergaya seperti gadis-gadis kota tapi yang ditampilkannya justru kenorakan, serta kejadian yang mempertegas kekampungannya.

Sementara satu penokohan cerpen lainnya masih harus dihayati kembali, yaitu tokoh Arif dalam cerpen Antara Dua Pilihan. Arif adalah seorang pemuda, yang sudah bekerja hingga ke Korea. Sayangnya pemuda ini berkarakter melankolis sekali, misalnya air mata berderai, bertanya pada bantal dan guling secara lirih dan amat menyayat hati, dan lain-lain. Padahal disebutkan bahwa Arif sudah dewasa dan kini dia bertambah dewasa setelah enam tahun menjadi TKI di Korea.

Alur/Plot Cerita
Ke-14 cerpen dibuka secara variatif. 7 cerpen (50 %) dibuka dengan ucapan/dialog. 3 cerpen dibuka dengan latar waktu (setahun, tujuh tahun, dan sepuluh Januari), 2 cerpen dibuka dengan latar suasana (hujan malam, dan sunyi malam), 1 cerpen dengan tokoh (namaku Reza), dan 1 cerpen dibuka dengan latar tempat (ruang) dan suasananya (ruang keluarga).

Penggunaan jenis alur/plot pun variatif, meski alur cerita kronologis-progresif lebih banyak dipakai (10 cerpen). Sementara lainnya, 3 cerpen, bermain dengan regresif (kilas balik atau flashback), dan 1 cerpen menyisipkan sedikit kilas balik.

Kilas balik pun terbagi lagi. 2 cerpen (cerpen Hati Yang Tergadaikan, dan cerpen Awal Cerita Yang Kusimpan) berkilas balik cerita selama bekerja, 1 cerpen (cerpen Karma) berkilas balik cerita keluarga di kampung halaman, dan 1 cerpen lagi (cerpen Hari Kemenangan Di Negeri Beton) berkilas balik lebih jauh yakni mengenang orangtua yang telah tiada.

Menurut sifatnya (akhir cerpen), sebagian besar (13 cerpen) menggunakan alur tertutup. Cerpen-cerpen tersebut diakhiri dengan penutup (kesan selesai) yang jelas, yaitu berupa petuah-petuah, kesimpulan, dan semangat menyiasati hidup tokoh. Selesai sampai di situ.

Satu-satunya cerpen yang menggunakan alur terbuka terlihat pada akhir cerita adalah cerpen Antara Dua Pilihan. Cerpen ini ditutup dengan suara seorang anak menyambut kedatangan Arif (tokoh utama). Selanjutnya, apakah Arif mau minta maaf untuk berpisah dan memenuhi kehendak orangtuanya sebagai bukti kepatuhan, ataukah mau menikahi ibu anak itu, tidak jelas. Pembaca diberi kebebasan untuk menyelesaikan cerpen itu dengan apa pun.

Latar
Ke-14 cerpen berlatar tempat (daerah, geografis) yang berbeda-beda. 7 cerpen berlatar daerah perantauan (Hongkong), 5 cerpen berlatar Indonesia, dan 2 cerpen tidak berlatar daerah. Namun latar tempat secara spesifik belumlah tergarap secara optimal.

Coba baca latar berikut ini. Di pojokan jalan, di samping toko 7-11 yang buka 24 jam, aku berdiri. Dua buntalan kantong plastik sampah berwarna hitam berukuran sedang teronggok di sampingku. Sepasang sandal jepit usang bermerek swallow menopang tubuhku. Menggigil tubuhku yang hanya berbalut celana pendek dan kaos oblong. Air hujan rupanya tak mau berbelas kasih untuk sekedar menghindar dari tubuh kecilku (cerpen Awal Cerita Yang Kusimpan).

Penggalan latar tersebut mewakili beberapa cerpen lainnya. Artinya, keberadaan latar tempat dan suasana dalam cerpen sudah dipahami oleh sebagian peserta untuk membangun sebuah cerita yang utuh, kuat, menarik, dan memberi peluang bagi imaji pembaca. Sayangnya latar yang tergarap bagus belum terlihat pada sebagian cerpen lainnya.
Latar lainnya, semisal budaya, tampaknya belum dianggap sebagai bahan menarik untuk diolah. Padahal latar budaya, khususnya di perantauan, dapat menjadi salah satu kekuatan cerpen, apalagi jika cerpen tersebut dibaca oleh orang-orang di seluruh dunia.

Kreativitas
Kreativitas dalam sebuah cerpen adalah keseluruhan, mulai dari judul, alur cerita, sudut pandang, ketegangan (suspend), karakter tokoh yang manusiawi, pemakaian bahasa yang apa adanya sampai akhir cerita.

Judul seringkali menjadi pemikat. Ibarat setangkai mawar (dalam posisi normal/tegak), judul adalah bunganya. Pengarang harus mempertimbangkan dan mengreasikan aspek judul sebagai daya pikat pertama bagi pembaca. “Wanita Sumo”, “Awal Cerita Yang Kusimpan”, dan “Aku Mencintai Anakmu” merupakan judul-judul cerpen yang cukup menggoda, memancing imajinasi, dan membuat penasaran. “Hati Yang Tergadaikan”, “Antara dua Pilihan”, “Cinta Raihana”, dan “Impian Seorang Dewi” terkesan “gaya sinetron Indonesia”. “Bukan Sebuah Epilog”, “Karma”, “Hari Kemenangan Di Negeri Beton”, dan “Ibuku Seorang BMI” masih kurang meyakinkan, sama halnya dengan cerpen “Dhimas Bagus Satrio Mudo”. Dua judul cerpen lainnya yang cukup disayangkan adalah “Bertepuk Sebelah Tangan” yang menjadikan tema sebagai judul, dan “(Tak Berjudul)” yang memperlihatkan si pengarang kebingungan.

Untuk pengolahan tema, isi atau makna, penokohan, dan seterusnya sudah sedikit disinggung sebelumnya. Sebaiknya para cerpenis membiasakan bercerita dengan penggambaran (showing), bukan dengan penerangan/penjelasan (telling) pada karakter tokoh, sikap dan latar. Dengan melakukan penggambaran (showing), semisal tokoh wanita sumo untuk menyebutkan betapa gembrot wanita itu, imajinasi pembaca digiring pada sosok yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Namun yang belum tergarap secara mantap adalah penyelesaian atau akhir cerita. Penyelesaian berupa kesimpulan dan petuah-petuah memang sering dilakukan dan ditujukan bagi pembaca tertentu, misalnya anak-anak, murid-murid, dan pembaca yang kurang berpikir. Oleh karenanya, kesimpulan dengan petuah-petuah semacam itu sebaiknya dihindari. Biarkan makna cerpen atau hikmah hidup dalam cerpen ditemukan oleh pembaca sendiri.

Dan untuk memberi kesan yang utuh, pada bagian penyelesaian dapat dilakukan dengan sebuah kejutan (surprise). Kejutan bukan mengada-ada, melainkan tetap menjadi satu-kesatuan dengan cerita. Surprise ini dapat meninggalkan kesan khusus bagi pembaca.

***
Demikian “secoret catatan cacat” yang mencoba menikmati sedikit rasa dari 14 cerpen yang diikutkan dalam Lomba Menulis Cerpen Teater Angin. Kreativitas yang sudah muncul dalam cerpen-cerpen peserta sebaiknya lebih dikembangkan. Tidak ada kata terlambat dalam berproses. Dan tidak ada karya seni yang terbaik-mutlak apabila para peserta tekun belajar, berlatih, bertanding, dan berdiskusi dengan cerpenis-cerpenis hebat.

*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar