Jumat, 18 Juni 2010

Membaca Cerpen “Gejala!” Karya Wendoz K. Ponpong

Unsur-unsur dalam sebuah cerita adalah tokoh, alur, latar, waktu, suasana, dan lain sebagainya. Gumam dan dialog merupakan upaya menghidupkan tokoh dan cerita. Juga lainnya, semisal ketegangan (suspense). Sementara cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek. Dan cerpen merupakan sebuah genre sastra, yang mana sastra merupakan sebuah seni tulis-menulis prosa sehingga bahasa atau kata-kata dalam cerpen seyogyanya diolah semaksimal mungkin agar citarasa susastranya benar-benar dapat dinikmati. Apakah kenikmatan itu nyata atau tidak, tentu saja tergantung kepada subyektivitas pembacanya. Artinya, nilai baik atau buruk, menarik atau tidak menarik suatu karya sastra, bersifat relatif-subyektif.

Dengan menyebut relativitas-subyektivitas itu, tak pelak bermuara pada faktor “siapa”; “siapa” yang dituju oleh sebuah cerpen. Kalau sudah berada pada “siapa pembaca” yang hendak dituju oleh penulis cerpen, sifat relativitas-subyektivitas akan lebih jelas. Sebuah karya sastra (baca : cerpen) akan menawarkan “sesuatu” yang citarasanya beraneka bagi tiap-tiap pembaca. Para pembaca bisa terdiri dari sastrawan, pemerhati sastra, peminat sastra, awam, dan lain sebagainya, termasuk latar belakang usia, pendidikan maupun status sosial.

Lantas, mengapa teori konvensional tersebut mengawali kesan pembacaan Gus Noy atas cerpen “Gejala!” karya Wendoz ini ? Sebab, sepatutnya dimaklumi oleh Sidang Pembaca yang terhormat, Gus Noy bukan siapa-siapa alias bukan sastrawan, sarjana sastra, guru sastra ataupun pencipta karya sastra sehingga kesan pembacaan Gus Noy sangat mungkin kurang mantap, tidak akurat, dan cenderung ngawur.

Garis besar dari cerpen “Gejala!” karya Wendoz adalah seputar PILKERUT (Pemilihan Ketua RT) 09 dan situasi paradoks pasca terpilihnya sang ketua RT.

Adalah Abdullah, tokoh utamanya. Dia seorang Sekretaris RT 09 periode sebelumnya. Tokoh lainnya, Prihatin (mantan Ketua RT), Mbah Nyaman (tokoh adat dan tua tengganai di RT 09), dan Ustads Mansyur Al-wahid sebagai Ketua RT 09 yang baru. Sebelum Ustads Mansyur Al-wahid terpilih, terjadi dialog cukup alot antara Abdullah -Prihatin dan Mbah Nyaman. Abdullah-Prihatin mengungkapkan kelebihan-kelebihan seorang Ustadz Mansyur. Mbah Nyaman tidak menerima argumentasi Abdullah-Prihatin karena mata batinnya melihat “ada sesuatu yang buruk” dalam diri Ustadz Mansyur.

Akhirnya Ustadz Mansyur terpilih sebagai Ketua RT 09 berkat tim suksesnya, Abdullah dan Prihatin. Maka mulailah sang ketua RT terpilih melaksanakan tugas dan wewenangnya. Ujung-ujungnya, Abdullah kecewa dan menyesal. Memang benar apa yang diramalkan oleh Mbah Nyaman.

Begitulah garis besar cerpen “Gejala!” karya Wendoz. Selanjutnya, Gus Noy akan mengungkapkan kesan pembacaannya berdasarkan teori dari buku-buku koleksinya (silakan lihat di blog Gus Noy, www.bukuteorisastra.blogspot.com). Sekali lagi patut dicatat, Gus Noy bukan siapa-siapa dalam dunia sastra sehingga kesan pembacaannya pun bukan jaminan apa-apa.

Cerpen ini, menurut Gus Noy, cukup menarik dengan pembukaan sebagaimana tertulis berikut ini.
Bila ku rasakan ia air
Maka akan ku temukan di bumi
Menciumnya di udara, dingin pada tulang

Disusul oleh paragraf yang gurih dan “mantaf” seperti terkutip di bawah ini.

Malam mulai menjadi badai diantara kabut-kabut yang datang dari langit. Sebuah pandang membentur berulang-berulang kemudian meluap menjadi kehampaan puing-puing asing. Sebatas dinding semua menatap apa yang terlihat tanpa bersedia menerima hal yang masih jauh dan menyeluruh. Dulu ia mencintai hal-hal sederhana dan biasa, memandang sesuatu dengan mata lumrah. Masih alami seperti kristal air mata jatuh membelah wajah karena bunga-bunga layu di taman.

Bagaimana menurut pendapat Sidang Pembaca yang terhormat mengenai suasana dan bahasa tersebut di atas ? Berikutnya latar tempat (legenda wilayah RT 09). Pasti sebagian pembaca sepakat dengan Gus Noy, bahwa paragraf itu gurih dan “mantaf”.

Akan tetapi (ini yang seringkali tidak disukai oleh sebagian penulis cerpen yang Gus Noy komentari !), semua isi dalam kedua paragraf awal terlalu bertele-tele alias tidak segera memperkenalkan “persoalan” yang bakal menjadi daya tarik kepenasaran pembaca. Masalah semacam ini seringkali terjadi pada sebagian cerpen yang pernah Gus Noy baca. Cerpen bukanlah permainan kata demi pencapaian bahasa indah tanpa peduli esensinya sebagai sebuah cerita pendek.

Apakah narasi pada paragraf pertama mempunyai hubungan super intim dengan alur cerpen? Kalau paragraf itu dibuang saja, apakah akan merusak isinya ?

Kemudian pada paragraf kedua, susunan kalimatnya sebaiknya diperbaiki. Atau, coba baca kembali seperti tertera di bawah ini.

Tidak ada buta aksara di sini atau orang-orang yang di batasi kemampuan dalam membaca hati. Mencari nurani jauh sampai pulang kampung halaman. Abdullah selaku sekretaris RT 09 di lingkungan desa yang mungil dan terpencil di lereng-lereng gunung di negri seribu cerita rakyat yang melegenda. Seluruh warga di minta berkumpul di puncak bukit bintang . Yang menurut legenda di sinilah para leluhur mereka mengusir roh-roh jahat yang memakan hati manusia. Tapi legenda tetap saja legenda dengan kemajuan teknologi maka pikiran manusiapun sudah diganti dengan cerita Sparta atau cinderela. Karena ketua RT kita yang lama terpaksa pensiun, maka rapat penting dengan atasan di kelurahan memutuskan agar kita mengganti ketua RT yang baru. Karena dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan waktu yang amat sangat menjerat leher maka kita adakan penunjukan langsung.

Pada frasa awal “Tidak ada buta aksara di sini”, keterangan tempat “di sini” sangat gelap gulita. Di mana itu “di sini”? Kenapa tidak langsung saja “Tidak ada buta aksara di RT 09 ini”?

Kalimat berikutnya Gus Noy cuplik di bawah ini. Coba baca baik-baik dan tertata.

Abdullah selaku sekretaris RT 09 di lingkungan desa yang mungil dan terpencil di lereng-lereng gunung di negri seribu cerita rakyat yang melegenda. Seluruh warga di minta berkumpul di puncak bukit bintang . Yang menurut legenda di sinilah para leluhur mereka mengusir roh-roh jahat yang memakan hati manusia.

Pada penggalan “ Abdullah selaku sekretaris RT 09…” dan “Seluruh rakyat diminta berkumpul…” menampilkan subyek-obyek yang kacau balau dalam alur. Apalagi dengan kalimat terusannya, yang Gus Noy cuplikan di bawah ini.

Tapi legenda tetap saja legenda dengan kemajuan teknologi maka pikiran manusiapun sudah diganti dengan cerita Sparta atau cinderela. Karena ketua RT kita yang lama terpaksa pensiun, maka rapat penting dengan atasan di kelurahan memutuskan agar kita mengganti ketua RT yang baru. Karena dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan waktu yang amat sangat menjerat leher maka kita adakan penunjukan langsung.

Selain itu, penggunaan kata “ketua RT kita”. Siapa “kita” ? Siapa yang mengatakan “kita” ? Dan penggunaan kata “kita” ini berulang lagi di paragraf lainnya.

Masalah selanjutnya, dialog panjang dan ketidakluwesan menggunakan kalimat langsung (pelajaran SD). Imbas dari dialog bertele-tele tersebut adalah alur, latar, tempat, suasana PILKERUT, dan lain-lain.

Bagaimana dengan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam cerpen ini ? Lumayan. Ya, lumayan menyedihkan. Sungguh-sungguh mengingatkan Gus Noy pada tulisan-tulisan awalnya yang tanpa peduli E.Y.D.

Tanpa perlu berpanjang tulisan, kiranya cukup saja kesan pembacaan Gus Noy. Dan untuk lebih jelasnya, silakan simak cerpen “Gejala!” karya Wendoz K. Ponpong di bawah ini.

=============================================================

Cerpen “Gejala!” Karya Wendoz K. Ponpong

Bila ku rasakan ia air
Maka akan ku temukan di bumi
Menciumnya di udara, dingin pada tulang

Ia mencari yang berharga

Malam mulai menjadi badai diantara kabut-kabut yang datang dari langit. Sebuah pandang membentur berulang-berulang kemudian meluap menjadi kehampaan puing-puing asing. Sebatas dinding semua menatap apa yang terlihat tanpa bersedia menerima hal yang masih jauh dan menyeluruh. Dulu ia mencintai hal-hal sederhana dan biasa, memandang sesuatu dengan mata lumrah. Masih alami seperti kristal air mata jatuh membelah wajah karena bunga-bunga layu di taman.

Tidak ada buta aksara di sini atau orang-orang yang di batasi kemampuan dalam membaca hati. Mencari nurani jauh sampai pulang kampung halaman. Abdullah selaku sekretaris RT 09 di lingkungan desa yang mungil dan terpencil di lereng-lereng gunung di negri seribu cerita rakyat yang melegenda. Seluruh warga di minta berkumpul di puncak bukit bintang . Yang menurut legenda di sinilah para leluhur mereka mengusir roh-roh jahat yang memakan hati manusia. Tapi legenda tetap saja legenda dengan kemajuan teknologi maka pikiran manusiapun sudah diganti dengan cerita Sparta atau cinderela. Karena ketua RT kita yang lama terpaksa pensiun, maka rapat penting dengan atasan di kelurahan memutuskan agar kita mengganti ketua RT yang baru. Karena dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan waktu yang amat sangat menjerat leher maka kita adakan penunjukan langsung.

“mengapa demikian, kita harus bersikap demokrasi dan musyawarah untuk mencapai mufakat demi kesejahteraan seluruh warga di lingkungan RT kita ini.” Ujar Prihatin selaku mantan RT yang lama.
Saya sangat memahami maksud dan tujuan ucapan bapak, tapi perlu kita ketahui bahwa sebentar lagi ”matahari merah dan bulan redup sinar”. Maka sebelum semuanya terlambat ada baiknya kita yang memperbaiki sebelum orang lain yang ikut campur dan menjadi orang yang serba tahu di RT kita ini. Kita akan di pandang sebelah mata jika tidak mempunyai ketua RT di putaran pemilihan kepala desa kelak.
Tapi apakah tidak ada pilihan lain selain penunjukan langsung, karena saya merasa cara demikian sangatlah absolute dan dictator.”
Bila saja cara lain itu sangat efektif dan efisien tidak menyita waktu warga yang akan segera kembali turun ke sawah, mengapa tidak?

“Bagaimana jika kita becermin kepada RT tetangga yang memiliki system kerajaan atau kesultanan dengan putra mahkota. Bukankah anak saya sudah mencapai umur 18 tahun.”
Sangat menarik sekali pak. Tapi resikonya sangat berat nanti atasan akan menilai macam-macam tentang RT kita. Hal ini akan menghambat pencalonan bapak menjadi kepala desa nanti.
“Baiklah jika ini menyangkut atasan, sayapun tidak akan pernah berani menentang, apalagi atasan yang menguasai kendali. Seperti hokum tidak memiliki taring sekarang.”
Tidak apa-apa pak, yang jelas kita mengalah untuk menang, kita harus fokuskan pikiran dan tenaga dalam pemilihan kepala desa nanti.Penunjukan kepala desapun di lakukan di depan seluruh warga. Saya kira tidak melanggar prosedur.

Semua warga tertumpah di puncak bukit bintang untuk menyaksikan atau sekedar ingin tau siapa ketua RT yang baru. Abdullah berdiri di atas tempat yang lebih tinggi seperti mimbar di tengah-tengah kerumunan warga.

“Saudara-saudara sekalian. Saya akan mengumumkan siapa ketua RT yang baru kita sekarang!”
Seluruh warga gempar dan penasaran, siapa yang akan menjadi pengganti pemimpin mereka. apakah pemimpin yang penuh dengan tanggungjawab dan dapat mengubah nasib mereka atau semakin membuat mereka terpuruk dengan janji-janji yang di bawa hujan kelaut kemudian mengugumpal dengan janji-janji yang lain, maka akan sangat mustahil janji itu akan di ketemukan. Karena janji telah memadu janji.

“Siapa? Apakah hitam atau putih! Apakah bertaring dan berbulu lebat! Atau seperti kucing kelaparan!?” ujar mbah Nyaman.

Abdullah tampak mengerut kening dan menatap dengan tatapan kosong kerena ia hanya menyimpan harapan sebuah pelepasan duka ke sela-sela persembahan seperti ritual yang sering di lakukan oleh leluhur. Rona cemas dan was-was mulai tampak seperti bulan yang di telan gerhana, sesaat sinar hanya mampu melihat wajah dari sisi kedekatan tanpa mampu menyelami bahasa isyarat dari wajah yang berusaha tetap kokoh di ambang kehancuran.

“dia adalah pak ustadz kita, mbah. Seorang tokoh yang cukup di perhitungkan keberadaanya di RT kita ini. Dia adalah semangat baru menuju sebuah masa depan yang bersih dan penuh dengan kedamaian.”

Abdullah! Mbah yakin, dia akan menjadi pemimpin yang gagal. Mbah melihat jurang-jurang menganga menjadi danau raksasa dengan Lumpur panas dan tanah-tanah retak mengalir darah kemudian air yang menenggelamkan rumah-rumah. Mbah memang tidak mengada-ngada, jika memang mau percaya dengan ramalan Mbah maka batalkanlah penunjukan itu. Maka kita semua akan melewati kemarahan dan kutukan leluhur.

“maaf Mbah, sekarang bukan zaman leluhur dan nenek moyang lagi, saya sangat tidak percaya dengan adanya kutukan atau apalah… Yang jelas saya tidak akan membatalkan apa yang sudah menjadi keputusan bersama.”
Bukan begitu pak Prihatin?

Pak ustads itu sangatlah bijak dan bertanggungjawab tanpanya tidaklah mungkin anak-anak kita bisa pandai mengaji. Tidak hanya itu, berkat kegigihan beliau dalam mengelola pengajian di mushola kita yang sempit itu anak-anak kita mampu menembus tingkat nasional dengan musabaqoh dan hapalan al-qur’an. Beliau sosok yang religius yang memimpin selayaknya khalifah, ucapanya seperti salju di telinga dan tatapan matanya dapat menaklukan singa lapar. Lihatlah saat ia berjalan dengar dan rasakan seluruh alam berdoa atas keselamatanya serta wangi keindahan surga dapat kita jumpai pada senyum yang tak pernah habis dan mati. Sesungguhnya akan menyesal jika melewatkan kesempatan yang tak pernah akan datang dua kali, karena dengan penuh kepercayan dan kepasrahan kepada tuhan ia menerima penunjukan ini tanpa syarat dan isyarat.

“prihatin! Aku melihat hutan-hutan kita habis terbakar dan matahari memuas pijar sampai kulit lepuh di badan. Mbah akan bicara saat tanda-tanda itu mulai ada dan terasa. Mbah hanya bisa mengingatkan, itupun kalau di dengar.”

Abdullah makin gamang, ragu-ragu dan basah keringat mendengar setiap kata-kata yang keluar dari mulut Mbah Nyaman. Apa lagi dukun sakti ini memang terbukit keampuhanya sampai keluar desa bahkan kekelurahan. Konon ia memiliki ajian mali’h jiwa, jaran goyang dan semar mesem moyangnya seluruh ajian. Tidak, bukankah sekarang sudah zaman uang, zaman perempuan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan lelaki, zaman perdagangan bebas, dan zaman para robot, serta teknologi fiber. Tidak sepatutnya ramalan konyol itu berdiri kokoh di pikiranku. Lagi pula pak ustadz bukan orang sembarangan, ia adalah santri terbaik dengan nilai yang gemilang di pesanteren. Ia juga jujur, adil, dan setia dengan ucapan. Jangankan untuk menyakiti sesama manusia, membunuh semutpun ia tak kuasa. Yang jelas pak ustadz adalah pemimpin terbaik sepajang sejarah, ia akan mati dengan air mata yang masih mengambang menjadi sebuah ketidakrelaan. Sudah lama RT ini merindukan pemimpin yang mempunyai keperibadian baik, latarbelakang yang jelas dan rasa keimanan dan ketakwaan yang tebal karena telah di pupuk sejak kecil.

“ hari ini mari kita sambut pemimpin kita!!” ustads Mansyur Al-wahid.
Di mohon kepada bapak Mansyur Al-wahid untuk naik keatas mimbar dan berpidato singkat.”

Saudara-saudara sekalian. Sesungguhnya alam telah di ciptakandengan segala kekuatan dan penuh kecintaan. Dalam nafas yang paling lembut mari kita hirup dengan penuh kesabaran bahwa bumi dan tanah yang kita pijak dalah sebuah anugrah dan amanah. Sudah sepantasnya kita menjaganyan seperti kita menjaga hidup agar terus berjalan sesuai dengan rantai yang akan di putuskan di akhir gugur daun-daun ke tanah dengan sangat lembut bahkan kelelawarpun tak mendengar kapan ia gugur dan kapan ia akan bangkit menuju langit.

Dalam sebuah pencapaian selalu ada batu, ada api, ada air dan ada jebakan. Kemudian semua manusia memahami kekurangan diri dimana kita harus memulai langkah dengan sangat hati-hati dari masalalu yang kelam maka sedikit nurani membuka bahwa hidup bukan kawasan saling menjatuhkan tapi bekerjasamalah dalam meraih sebuah pencapain. Kita akan terus larut dalam kepahitan dan akan di tenggelamkan oleh air mata jika kita masih bahagia menikmati apa itu keterpurukan dan kemerosotan tingkah laku.

Lihatlah tubuh kita luka. Koyak dimana-dimana. Masihkah kau bertanya siapa dinatara kita yang punya nama atas kesalahan ini, mengapa kita tidak sejenak saja masuk kedalam ranah masalah itu. kenapa dan mengapa kita tetap berada di bawah garis kemiskinan dan kegagalan yang tidak pernah habisnya. Bercerminlah pada hati nurani bukan hanya membayangkan betapa diri semakin besar dan akan segera adikuasa. Masa depan ada di tangan kita. Mau kemana kita melangkah, maka kita harus banyak membenahi dan belajar dari kesalahan.

Pidato pemimpin itu di tutup dengan tepuk tangan dan jabat tangan, seluruh warga hanya bisa berharap. Nasibnya akan membaik.

Kepala RT yang baru itu mulai menentukan orang-orang kepercayaan untuk membatunya dalam menyelesaikan suatu tujuan yang masih ngambang. Banyak petugas atau orang-orang lama yang tidak di pakai lagi. Termasuk Mbah Nyaman sebagai tokoh adat dan tua tengganai di RT itu di lepas jabatanya. Belum tiga hari sudah terjadi sesuatu yang luar biasa dahsyat. Kepala RT itu memberikan kabar baru dan gembira kepada warga. Bahwa di RT kita ini akan mengadakan proyek besar pembangunan jalan menuju puncak bukit untuk menebus desa sebelah. Kita akan mlihat betapa hitam dan kuatnya aspal. Tapi seluruh warga dimintai sumbangan dan di minta menyerahkan surat kepemilikan tanah padahal proyek ini program dari kelurahan. Ini adalah tanda-tanda yang terasa dan terbaca oleh Mbah Nyaman. Seluruh warga hanya mampu menelan kepahitan. Ustadz itu telah berubah menjadi seekor srigala ketika menduduki kursi.

Dengan membayar hampir seperempat hasil panen kepada RT setiap bulannya. Seperti zaman kerajaan, rakyat jelata harus membayar upeti. Tapi upeti yang ini beda suasana dan beda warna. Karena upeti ini liar dan di keluarkan berdasarkan hokum rimba. Banyak pihak yang menentang tapi sekali lagi atasan adalah segalanya, seperti pangeran kegelapan saat ia menguasai malam. Warga semakin resah. Bahwa perubahan ini dari lembah menuju jurang, makin terpuruk. Kepala RT itu menjelaskan dengan senyum termanis tapi jelas sekali mata itu mengingkari dan berteriak. Ada sesuatu yang hendak di sampaikan. Ini adalah jeritan luka batin yang selama ini sengaja di sembunykan lalu sekarang sangat kesempatan dalam genggaman. Maka tiada ampun bagimu rakyat jelata. Hanya kepadamulah aku dapat berlaku bebas dan melalap habis hartamu. Abdullah membaca makna mata itu. ia sangat menyesal dan kecewa. Alangkah aku sangat tidak berguna karena hanya mampu terdiam saat seluruh warga di hisap sum-sum tulangnnya sampai kering dan melepas nafas terakhirnya di pelukanku. Pak ustads yang dulu adalah putih bersih sekarang adalah hitam jelaga. Abdullah selalu melihat perubahan pak ustads dengan cara berbeda, ia melihat segala gejala itu dari dalam lingkungan batin sampai sebuah pencapaian. abdullah sangat penasaran maka dengan susah payah dan ribuan kalori terbakar ia menemukan sebuah jawaban dari perubahan pak ustads pasca ia menjadi kepala RT. Jawaban yang berdasarkan logika siapa saja di negeri ini akan berbuat hal yang sama dengan pak ustads. Manusia setengah malaikatpun akan menjelma menjadi pangeran kegelapan jika dalam keadaan tanpa pilihan. Pak ustads memiliki 9 istri dan 33 anak.5 anaknya lagi mengenyang bangku perkuliahan. 9 yang lain lagi duduk di bangku SMA. 10 anak duduk di bangku SMP,3 anak lagi masih TK, 4 orang masih menyusu dan 2 orang anak kembarnya lagi butuh dana untuk operasi Karena lahir dalam keadaan kembar siam(gempet). Semua istrinya ibu rumah tangga dan orang tua pak ustads sendiri selalu mendesak agar segera di hajikan oleh anak sulungnya itu, sedangkan pak ustads sendiri hanya bekerja sebagai petani kecil dan pemimpin pengajian di mushola yang sempit. Siapapun akan menjadi nekad, pikir Abdullah.

Seluruh tanah warga dan tanah kosong milik RT di jual kepala RT itu ke pada perusahaan asing. Dan sekarang seluruh warga resah tanah mereka telah di jaga ketat oleh aparat hukum. Dan bertuliskan “ warga RT 09 di larang melintas tanah milik perusahaan asing.” Masih jaga para leluhur menatap kosong ketanah kelahiran yang tinggal nama. Masih basah darah mereka dulu ia tumpahkan demi merebut tanah jajahan menjadi rumah yang begitu penuh gelisah. Tidurlah selamanya para pahlawan, bumi kecintaan mulai kembali dalam pelukan penjajah.


oleh; Wendoz K. Ponpong
home teater
21 mei 2010

================================================
================================================

TANGGAPAN WENDOZ K.PONPONG
(19 JUNI 2010, 20:47, INBOX FACEBOOK, Dikirim melalui Facebook Seluler)

wah-wah
saya sudah baca komentar bapak..
alangkah bisa membuka wawasan dan meletakkan kekurangan itu menjadi sesuatu yang penting bagi penulis untuk dikembangkan.
saya malu juga, sebagai mahasiswa PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA dpet nilai lumayan, lumayan berantakan..
ha..ha..
saya suka yang ini pak..
saya akan tetap membutuhkan buka-bukaan dari bapak untuk tulisan saya yang lain nantinya.
akhir kata saya mengucapkan terimakasih sekali, atas ketersediaannya membuka cerpen saya walau sangat jauh dari sempurna.
terimakasih pak.


===================================================
===================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar